Minggu, 07 April 2013

kekecewaanku yang tersimpan

tuhan hanya 1 yang ku tahu saat ini,,,bahwa aq sangat kecewa,,,aq benci pada diriku sendiri,,
ingin rasanya aq berteriak sekencang-kencangnya bahwa aq salah mengenal dia,,,
hanya karena aq tertipu oleh kemolekan wajahnya yang lugu,,,ternyata dia tidak lebih dari se ekor hewan yang liar,,yang buas, pemangsa,,,dan hewan buas yang bener-bener mematikn...
saat ini aq tak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan ini,, bahwa aq dihapakan dengan masalah yang cukup membuat aq lumpuh...
tuhan saat ini aq hanya meminta bahwa hilangkan rasa benci ini,,hilangkan rasa kecewa ini,,agar aq dapat melanjutkan hidupku,,agar aq dapat lebih bertakwa kepadamu,,,
tuhan tolong aku lepaskan dari segala beban ini,,aq mohon dengan sangat ya Rabb...

Jumat, 08 Februari 2013

no bodi is perfect

Ya Allah Maafkan aku yang lemah terhadap cobaanmu...
Ya ALLAH maafkan aku yang selalu prasangka buruk terhadap orang lain..
Ya Allah maafkan aq yang selalu bersikap egois dan selalu menghakimi orang lain...

walaupun aq tahu tidak ada manusia yang sempurna..
karena ketidak sempurnaanku..membuat aq takut untuk menyayangi orang lain,,terutama kaum ADAM..karena aq takut dia kecewa dengan sipakku..

My skripsi " Pengelolaan stres pada ibu single parent"

PENGELOLAAN STRES PADA IBU SINGLE PARENT
Akmalia
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan stres pada ibu single parent. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang ibu yang telah berstatus sebagai single parent karena perceraian dan telah memiliki anak. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur dan observasi non partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya stres pada seorang ibu single parent saat perceraian dan pasca perceraian, stres yang dirasakan ialah menjalani hidup dan membesarkan anak seorang diri tanpa dukungan seorang suami, status sebagai single parent, masalah ekonomi, pekerjaan, peran ganda subjek dan hubungan pribadi subjek dengan lingkungan setelah perceraian. Pengelolaan pada kedua subjek ialah dengan mememinta dukungan serta nasehat kepada orang terdekat, jalan-jalan bersama teman-teman dan makan bersama, mencari kegiatan, berolahraga, serta memperbanyak doa dan shalat serta bersabar dan ikhlas.

Kata Kunci : stres, ibu single parent

Abstarct
This reseach aimsto determine the management of stressin mothers single parent. Research method used was a Qualitative research case study method. Subjects in this study were two mothers who have children. Data collection techniques in this study was conducted using semi- stuctured intervews and non participant observation. The result showed that the stress on a mother’s time of divorce and single parent after divorce, perceved stress is to live alone without the support of a husband, status as a single parent, the economy, jobs, the dual roleof the subject, and the subject of a personal relationship with the environment after divorce. Management in both subject is to ask for support and advice to people nearby, walk with friends, eating together, looking for activity, exercise, and multiply prayer, prayer patience and sincerity.
Keyword : stress, Single parents Mother


  1. Pendahuluan
Didalam kehidupan keluarga, ayah dan ibu memiliki peran sebagai orangtua dari anak-anak. Mengasuh anak dengan pasangan hidup tentunya menjadi kewajiban bersama yang menyenangkan, namun pada kenyataannya dimasyarakat terdapat keluarga yang salah satu orang tua tidak ada, baik karena perceraian, perpisahan atau meninggal dunia. Hal ini mengharuskan seseorang untuk mengasuh atau membesarkan anak-anaknya seorang diri tanpa adanya dukungan dari pasangan hidup atau suami. Tentu akan menjadi dilema pada setiap individu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dobbins (2008) yang menyatakan bahwa menjadi orang tua tunggal atau single parent bisa mejadi buruk bagi banyak orang. Mengasuh anak seorang diri tanpa dukungan suami tidak pernah terbayangkan di benak seorang wanita.
Berdasarkan berbagai sumber referensi dan data yang ada jumlah keluarga single parent daripada ayah yang menjadi single parent, lebih banyak dibandingkan dengan keluarga orang tua pria. Wibowo (2008) perbandingan jumlah janda dan duda di Indonesia adalah 469:100, artinya jumlah duda yang tidak menikah hanya seperlima dari jumlah janda yang tidak menikah lagi. Jadi lebih banyak duda yang menikah akibatnya ibu single parent lebih banyak. Hasil Survey Sosial Ekonomi nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 1994 (Harian Tempo, 2011) menunjukkan bahwa jumlah ibu di Indonesia yang menjadi kepala rumah karena bercerai sebanyak 778.156 orang dan karena kematian suami berjumlah 3.681.586 orang (total 4.459.724). Berdasarkan data Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka), terdapat sedikitnya 40 juta jiwa di Indonesia berstatus janda. Hal ini berarti kenaikan jumlah orang tua tunggal ibu hampir sepuluh kali lipat selama rentang 10 tahun.
Fenomena single parent beberaba dekade terakhir ini menjadi marak terjadi di Indonesia. Data Direktorat Jendral Badan Pengadilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA), selama tahun 2010 ada 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian ke Pengadilan Agama se-Indonesia. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak 5 tahun terakhir. Kasus perceraian di DI.Yogyakarta sendiri dalam kurun waktu 5 Tahun mengalami peningkatan 81% mencapai 251.208 kasus. Dibuktikan dengan data pada Tahun 2007 ada 709 perkara diputus, pada tahun 2008 ada 991 perkara diputus, tahun 2009 ada 1019 perkara diputus, tahun 2010 ada 1123 perkara diputus, sedangkan pada tahun 2011 ada 1267 perkara yang putus, dari data tersebut membuktikan bahwa fenomena orang tua tunggal setiap tahunnya juga mengalami peningkatan.
Alvita (2008) menyatakan bahwa single parent mempunyai peran ganda dalam keluarga. Peran ganda tersebut harus memenuhi kebutuhan psikologis anak (pemberian kasih sayang, perhatian dan rasa aman) serta harus memenuhi kebutuhan fisik anak (kebutuhan sandang pangan, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan materi), artinya ibu single parent harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan domestic dan public demi tercapainya tujuan keluarga yaitu membentuk anak yang berkualitas.
Terkadang konflik internal muncul saat ibu single parent harus memainkan peran sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Hal ini karena di satu sisi ibu harus mengurus keperluan rumah tangga namun di sisi lain ibu juga harus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Bila ibu cenderung hanya memainkan satu peranan saja maka akan mengorbankan hal-hal yang sesungguhnya penting.
Berdasarkan hal tersebut maka kematangan dibutuhkan pada ibu yang berstatus sebagai single parent, hal tersebut dikarenakan kematangan pada ibu single parent dapat mempengaruhi dalam membentuk dan mendidik anak yang berkualitas sehingga dia harus melakukan segala cara untuk membesarkan anak layaknya orang tua yang super.
Kenyataannya tidak semua ibu single parent memiliki kematangan. Bagi seorang ibu single parent sebuah masalah akan dijadikan beban yang penuh dengan stres jika ibu yang tidak siap menghadapi kenyataan hidup. Banyak diantaranya menjadi konflik batin antara bekerja dan mengurus rumah, sehingga stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif secara kognitif seperti kesulitan konsentrasi, dampak negatif secara emosional seperti cemas, sedih, kemarahan, frustasi dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh menurun, sering pusing, terasa lesu dan lemah, serta kesulitan untuk tidur nyeyak. Stres juga menuntut manusia untuk menyesuaikan diri, yang merupakan reaksi awal dari penyesuaian diri (Heiman dan Kariv dalam Triantoro, 2005).


  1. Telaah Teori
  1. Stres
Stres adalah suatu keadaan yang tertekan baik secara fisik maupun psikologis. Keadaan yang tercipta ini merupakan suatu keadaan yang sangat mengganjal dalam diri individu karena adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan yang ada (Chaplin, 2002).
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) stres adalah tergantung secara penuh pada persepsi individu terhadap situasi yang berpotensi mengancam. Hal senada juga dijelaskan oleh Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan stres sebagai segala peristiwa atau kejadian baik berupa tuntunan-tuntunan lingkungan maupun tuntunan-tuntunan internal (fisiologis dan psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumberdaya adaptif individu. Stres dapat juga didefinisikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa dan respon, interpretasi individu yang menyebabkan timbulnya ketegangan yang diluar kemampuan inividu untuk mengatasinya (Rice, 1994).
Selye (Saseno, 2001) mendefinisikan stres sebagai respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu. Atkinson (2000) mengungkapkan stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini di sebut sebagai respon stres. Stres adalah suatu keadaan tertekan, baik, secara fisik maupun psikologis (Chaplin, 1997).
Menurut Nerney (1984) menyebutkan stres sebagai reaksi fisik, mental, dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang. Selanjutnya menurut Harjana (1994) stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stres membuat orang yang bersangkutan ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya.

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres
Dalam pengertian umum stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan yang mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres (Atkinson, dkk 2002). Adapun menurut Maramis (2001) masalah penyesuaian atau keadaan stres dapat bersumber pada frustasi, konflik, tekanan, dan krisis. Seperti halnya stres yang di hadapi pada ibu single parent.
Sumber stres yang sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada orang yang berbeda. Tiap orang juga memiliki daya tahan yang berbeda dalam menghadapi stres. Terdapat 2 faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu faktor internal (dalam diri seseorang) dan faktor eksternal (dukungan sosial), yang menuntut penyesuaian atas individu ( Cristian, 2005) yang meliputi:
  1. Faktor eksternal
Stres juga sering dihubungkan dengan masalah-masalah yang disebabkan oleh kondisi, lingkungan ataupun orang disekitar. Faktor eksternal yang bagi kebanyakan orang pasti menyebabkan stres, banyak faktor eksternal yang menyebabkan orang merasa tertekan jika harus mengalaminya. Berikut ini faktor eksternal, yaitu :
  1. Faktor lingkungan (Evironmental Factor)
Lingkungan fisik yang tidak jarang menjadi stresor yang serius untuk banyak orang. Faktor lingkungan fisik yang sering membuat stres adalah suasana yang sepi,dan kondisi yang berantakan.
  1. Faktor sosial (Social Factor)
Faktor sosial yang menyangkut hubungan antar manusia. Hubungan yang menjadi stresor diantaranya, hubungan keluarga, hubungan pekerjaan, hubungan dengan banyak orang, dan hubungan dengan orang yang bermasalah. Misalnya mengalami tindakan yang kasar, korban sikap berkuasa dan menerima tindakan agresif dari pihak lain.
  1. Faktor Lembaga (Institusional Factor)
Baik itu masyarakat primitif dengan adat istiadatnya, maupun masyarakat modern dengan berbagai atauran dan kode perilakunya, adanya peraturan yang terlalu dan tekanan data line yang harus di penuhi, lembaga memainkan peranan penting bagi kehidupan setiap individu.
  1. Peristiwa besar (Major life Events)
Peristiwa besar dalam kehidupan bisa menyebabkan stres, terlepas apakah peristiwa itu positif (menyenangkan) atau negatif (menyedihkan). Artinya setiap peristiwa besar pada hakikatnya adalah stresor. Misalnya, kelahiran, kematian, kehilangan pekerjaan dan perubahan status perkawinan.
  1. Faktor Internal
Stres sering dihubungkan dengan perasaan. Stres juga sering dikaitkan dengan pikiran. Ketika menganggap stres sebagai akibat dari perasaan dan perasaan yang buruk maka di akibatkan dari diri sendiri atau faktor internal, yang meliputi:
  1. Karakteristik seseorang
Karakteristik tersebut antara lain: usia, gender, status ekonomi dan tingkat pendidikan.
  1. Pengalaman stres sebelumnya
Pengalaman seseorang menghadapi stres akan membantunya dalam menghadapi stres serupa di masa mendatang.
  1. Tipe kepribadian
Terdapat suatu tipe kepribadian yang disebut dengan tipe A. tipe kepribadian ini terdiri dari sekumpulan sifat yang relatif menetap seperti dorongan untuk berkompetisi secara berlebihan, agresif, tidak sabar, selalu terburu-buru dan seringkali merasa cemas atau tidak aman. Orang dengan kepribadian tipe A, beresiko tinggi menderita sakit seperti serangan jantung ketika mengalami stres.
Faktor-faktor ini sering berantai dan berkembang selama waktu tertentu hingga mencapai tingkatan yang sulit dibedakan dari keadaan (tingkah laku) normal. Gejala fisik berupa nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala dan salah urat. Sedangkan gejala yang berwujud perilaku misalnya perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa-apa, dan kehilangan semangat. Serta kesulitan dalam konsentrasi, bahkan sampai hilangnya kreativitas, gairah, dalam penampilan dan minat terhadap orang lain (Diponegoro, 2006).

  1. Single parent
Menurut Qaimi (2003) ibu single parent adalah suatu keadaan seorang ibu menduduki dua jabatan sekaligus, sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah, dan sebagai ayah. Selain itu dia akan memiliki dua bentuk sikap, sebagai ibu yang harus bersikap lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tata tertib keluarga, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga. Tolok ukur keberhasilan seorang ibu dalam mendidik anaknya terletak pada kemampuannya dalam menggabungkan kedua peran dan tanggung jawab tersebut, tanpa menjadikan sang anak kebingungan dan resah.
Menurut Dwiyani (2009) ibu single parent adalah ibu yang mengasuh anak-anaknya sendirian tanpa didampingi oleh suami atau pasangan hidup yang disebabkan oleh perceraian, kematian pasangan hidup, terpisah tempat tinggal, kehamilan diluar pernikahan dan memutuskan untuk mengadopsi anak dan diasuh sendiri tanpa proses pernikahan.
Sedangkan Anderson.dkk (1998) mengartikan single parent sebagai ibu yang memilih untuk hidup sendiri tanpa pendamping dikarenakan perpisahan atau perceraian. Exter (dalam Anderson dkk. 1998) mengatakan bahwa menjadi single parent merupakan pilihan hidup yang dijalani oleh individu yang berkomitmen untuk tidak menikah atau menjalin hubungan intim dengan orang lain. Single parent dapat pula diartikan sebagai sosok yang menjadi tulang punggung keluarga, baik karena bercerai, kematian atau karena pernikahan yang tidak harmonis (Anderson dkk. 1998).

  1. Masalah pada ibu single parent
Hilangnya pasangan yang diakibatkan karena perceraian atau kematian menimbulkan banyak masalah dalam penyesuaian diri bagi ibu. Hal ini lebih menyulitkan secara khusus bagi seorang ibu biasanya mengalami kesepian yang mendalam (Hurlock, 2004).
Menurut Setiati (2011), juga menambahkan masalah yang sering dihadapi oleh ibu single parent biasanya adalah masalah anak, anak akan merasa sangat kehilangan salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. Untuk itu sangat penting bagi ibu single parent untuk tidak larut dengan masalah yang dihadapi.
Hurlock (2004), menjabarkan masalah yang dihadapi oleh single parent akibat perceraian:
  1. Masalah ekonomi: setelah bercerai, ibu akan mengalami kurangnya pendapatan keluarga. Seorang ibu single parent memulai bekerja pada usia madya, biasanya mereka tidak dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
  2. Masalah praktis: ibu single parent mencoba untuk menjalankan hidup rumahtangga sendirian, setelah terbiasa dibantu oleh pasangan. Akan tetapi setelah bercerai semua pekerjaan dilakukan seorang diri.
  3. Masalah psikologis: ibu cenderung merasa tidak menentu dan identitasnya kabur setelah terjadi percerian. Kondisi ibu sebelum perceraian identitasnya tergantung dengan suaminya.
  4. Masalah pengasuhan anak: perceraian membuat masalah dalam hak asuh anak. Tanggungjawab untuk merawat anak perlu dibagi dua, maka masing-masing rangtua dan anak akan menghadapi masalah dalam penyesuaian diri dengan kehidupan baru. Perceraian akan membuat anak menjadi bingung, depresi dan murung. Perebutan anak hendaknya tidak dilakukan berkepanjangan, serta jangan menunjukkan emsianal orangtua dihadapan anak.
  5. Masalah keluarga: apabila masih mempunyai anak yang masih tinggal serumah, maka ibu single parent harus memainkan peran ganda yaitu sebagai ayah dan ibu, dan harus menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam keluarga tanpa pasangan selain itu juga harus menghadapi masalah yang berhubungan anggota keluarga dari pihak suami.
  6. Sulitnya memenuhi figur ayah bagi anak: figur seorang ayah ini harus tetap terpenuhi agar pertumbuhan fisik dan psikis anak berjalan dengan baik. Perceraian anak memberi dampak luka panjang dalam kehidupan anak. Maka dari itu ibu harus bisa menjaga pertemanan dan menjaga tali silahturahmi yang baik dengan mantan suami. Dengan demikian anak akan tetap memiliki figur arangtua yang utuh, meski kedua orangtuanya telah bercerai.

  1. Pengelolaan stres
Pada tingkat tertentu (batas optimal) stres memberikan manfaat bagi kesehatan dan kerja seseorang, oleh karena itu stres tidak perlu dihilangkan secara keseluruhan akan tetapi stres butuh dikelola. Selain itu mustahil untuk menghilangkan seluruh stres yang dialami dalam kehidupan, maka dibutuhkan kemampuan untuk pengelolaan stres. Greenberg (2002).
Dalam pengelolaan stres dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tujuan tersebut adalah mencegah berkembangnya stres dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Tiap tahap perkembangan stres membutuhkan jenis dan strategi yang berbeda (Yuwono, 2010). Secara rinci, ada beberapa cara dalam pengelolaan stres Wallace (Yuwono, 2007) menyebutkan beberapa cara menghadapi stres yaitu:
  1. Cognitive restructuring
Yaitu dengan mengubah cara berfikir negatif menjadi positif. Hal ini dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan
  1. Journal writing
Yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal atau gambar. Jurnal dapat ditulis secara periodik tiga kali seminggu, dengan durasi waktu 20 menit dalam situasi yang memungkinkan penuangan secara optimal (suasana tenang, tidak di interupsi kegiatan lain). Setelah menggambar dan menulis jurnal individu dapat melihat kembali apa yang telah dilakukan dan dapat belajar mengantisipasi dengan strategi yang tepat. Gambar dapat menjadi ekspresi perasaan diri yang tidak mampu diutarakan dalam tulisan dan setelah menggambar dapat dirasakan kelegaan perasaan. Psikolog juga dapat membatu individu dalam menemukan solusi yang tepat melalui jurnal dan gambar ini.
  1. Time management
Yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu melakukan teknik relaksasi dan sharing secara efektif dengan psikolog maupun bersama orang terdekat dalam membentuk kepribadian yang kuat.
  1. Relaxation technique
Yaitu mengembalikkan kondisi tubuh pada homestatik, yaitu kondisi tenang sebelum ada stresor. Ada beberapa teknik relaksasi, antara lain yaitu yoga, meditasi, dan bernafas diaphragmatic.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan stres stres dan faktor-faktor stres yang mempengaruhi pada ibu single parent.

Metode penelitian
  1. Pendekatan dan strategi penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan. Secara holisti, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011).
Karakteristik penelitian kualitatif (Poerwandari, 2007) mendasarkan diri pada kekuatan narasi untuk dapat mengungkap kompleksitas realitas sosial yang diteliti. Sehingga sangat memerlukan elaborasi naratif yang akan memudahkan pembaca memahami mendalami makna dan interpretasi terhadap keutuhan fenomena. Penelitian kualitatif bersifat alami (naturalistic inquiry) yang tidak memanipulasi individu, kelompok, program, ataupun pola hubungan interaksi.
Metode pendekatan dan cara yang akan digunakan dalam memperoleh data atau fenomena yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pedekatan studi kasus. Pendekatan studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik dan lengkap. Cakupan studi kasus dapat meliputi keseluruhan siklus kehidupan atau dapat pula hanya meliputi segmen-segmen tertentu saja. Dapat terpusat pada beberapa faktor yang spesifik dan dapat pula memperhatikan keseluruhan elemen atau peristiwa (Azwar, 2009)
Model studi kasus yang dipakai dalam penelitian ini adalah model studi kasus intrinsik, model ini dipilih karena alasan penulis ingin mengetahui dan memahami secara utuh kasus tentang bagaimana seorang ibu single parent pengelolaan stres yang dihadapi.
Menurut Alsa (2011) penelitan dengan rancangan studi kasus dilakukan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau subjek yang diteliti. Penelitian studi kasus lebih mementingkan proses daripada hasil, lebih mementingkan konteks daripada suatu variable khusus, lebih ditujukan untuk menemukan sesuatu daripada kebutuhan konfirmasi. Pemahaman yang diperoleh dari studi kasus dapat secara langsung mempengaruhi kebijakan, praktek, dan penelitian berikutnya.

  1. Pendekatan dalam analisis data
Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan catatan lapangan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2011).
Pendekatan dalam analisis data penelitian ini adalah Analisis isi (content analysis) merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan inidividu dengan masalah pengelolaan stres pada ibu single parent. Analisis isi atau content analysis menurut holisti (dalam Meleong, 2008) adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara obyektif dan sistematis. Dengan analisis isi ini maka penulis dapat memahami hasil data yang telah diambil dan data informasi yang diperoleh dapat lebih detail ketika dianalisis.

  1. Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menentukan informan penelitian dalam penelitian kualitatif sangat tepat jika didasarkan pada tujuan dan masalah penelitian yang akan dikaji. Adapun pemilihan sampel yang tepat dalam penelitian kualitatif adalah berdasarkan tujuan (purposive sampling). Menurut Moleong (2008) yang dimaksud dengan purposive sampling adalah sampel yang diambil bukan tergantung pada populasi melainkan disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga dapat dikatakan sebagai sampel-bertujuan. Purposive sampling ini memberikan kebebasan kepada peneliti dari keterikatan proses formal dalam mengambil sampel yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian.
Dalam studi kasus, jumlah sampling relatif lebih sedikit, sehingga perlu untuk diperhatikan bahwa masing-masing informan memiliki kasus yang sama dengan latar belakang yang bermacam-macam. Penentuan sampling sesuai dengan kriteria-kriteria khusus yang telah ditentukan (criterion sampling) akan sangat membantu dan bermanfaat jika masing-masing informan yang diteliti merupakan representasi dari subjek yang diharapkan. Kriteria yang ditentukan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu meliputi :
  1. Berstatus single parent karena perceraian. Lama perceraian minimanal 3 tahun.
  2. Memiliki anak yang belum dewasa.
Alasan dipilihnya bersatus single parent karena perceraian yaitu karena orang tua tunggal yang disebabkan oleh faktor perceraian memiliki permasalahan yang lebih kompleks. Rumah tangga yang pecah karena perceraian dapat lebih merusak anak dan hubungan keluarga ketimbang rumah tangga yang pecah karena kematian. Alasan yang pertama, periode penyesuaian terhadap perceraian lebih lama dan sulit bagi anak daripada periode penyesuaian yang menyertai kematian, yang kedua, perceraian akan membuat anak akan menjadi berbeda dimata teman sebaya (Hurlock, 2004) untuk memastikan terpenuhinya kriteria penelitian ini maka akan dilakukan cek terhadap dokumen surat cerai.

  1. Metode pengambilan data
  1. Wawancara
Wawancara menurut pendapat Benister (Poerwandari, 2007) adalah percakapan yang terjadi antara pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang Memberikan jawaban. Maksud dilakukan wawancara untuk mengetahui informasi tentang pribadi responden, perasaan, pendapat, anggapan, aktivitas, motivasi dan tujuan (Moleong 2004).
Wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2011). Wawancara akan dilakukan kepada subjek, dan significant person. Kemudian dikumpulkan datanya menggunakan rekaman dan data dari hasil rekaman tersebut akan dideskripsikan dalam verbatim.
  1. Observasi
Observasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan memperhatikan secara akurat dan mencatat fenomena. Data observasi dikatakan penting oleh Patton (Poerwandari, 2007) karena dengan metode observasi akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konteks yang sedang diteliti, menunjukkan peneliti bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif serta merefleksikan pemikiran mereka tentang pengalamannya, yang terkadang kurang disadari responden.
Sarwono (2006) menjelaskan lebih lanjut secara panjang lebar, mengenai kegiatan dalam observasi. Kegiatan yang akan dilakukan dalam observasi sebagaimana disebutkan mengenai definisi observasi melakukan pencatatan secara sistematis kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang akan dilakukan. Observasi berperan untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami (Sarwono, 2006).
Observasi yang digunakan adalah observasi non partisipan atau partisipasi pasif (passive participation), yaitu peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2011). Peranan peneliti sebagai pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi melakukan fungsi pengamatan. Penulis sebagai anggota pura-pura, jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2011). Observasi akan dilakukan di rumah dan tempat kerja subjek dengan bentuk pencatatan check list.
Hasil dan Pembahasan
  1. Faktor-faktor yang memicu stres pada ibu single parent

Berdasarkan dari hasil yang diperoleh pada studi kasus dan hasil wawancara di lapangan bahwa adanya masalah yang dihadapi oleh ibu single parent setelah bercerai. Dari hasil wawancara dengan kedua subjek mengalami hal yang sama yaitu menyebutkan masalah yang di hadapi terhadap perubahan status menjadi single parent. Masalah ekonomi, masalah yang terjadi dengan anak, masalah dengan lingkungan serta masyarakat setempat.
Dari hasil wawancara yang dilakukan bahwa, kedua subjek mengalami stres dan rasa cemas atau khawatir dalam menghadapi kenyataan bahwa harus membiayai keluarga seorang diri tanpa dukungan seorang suami, kesulitan ekonomi yang kurang untuk kebutuhan keluarga yang semakin besar, biaya hidup yang semakin mahal membuat kedua subjek stres. hal ini menyebabkan kesulitan yang besar sehingga sulit mendahulukan yang lebih penting. Subjek My yang kesulitan untuk membiayai sekolah anak saat ini dikarenakan biaya sekolah yang sangat mahal dan kebutuhan hidup yang semakin besar.
Masalah anak yang sulit diatur, selalu membantah omongan, sulitnya berkomunikasi yang baik dengan anak dan kenakalan anak juga memicu sumber stres pada subjek My. Berbeda pada subjek Ad yang merasa sedih dikarenakan harus berpisah dengan anak, karena sikap dan perlakuan suami yang kasar dan keras memicu stres. Subjek juga sedih dikala anak sedang sakit, rasa kangen kedapada anak, akan tetapi sulit untuk bertemu dengan anak disebabkan perlakuan suami yang yang bersikap berkuasa terhadap subjek Ad.
Masalah yang dihadapi oleh ibu single parent ialah Adanya kebingungan dan rasa kekhawatiran saat ini, dari hasil wawancara terhadap kedua subjek yaitu tidak pernah terbayangkan dan terfikirkan serta resiko untuk membesaran anak seorang diri tanpa dukungan suami. Akan tetapi pada subjek Ad yang saat ini anak diambil hak asuh oleh suami, sehingga memicu stres.
Dari hasil wawancara subjek Ad yang memiliki riwayat darah rendah, ketika mengalami stres seringnya maag kambuh dan tekanan darah semakin menurun. Hal ini berdampak pada fisiologis subjek sehingga menyebabkan asam lambung yang meningkat mengakibatkan subjek harus rawat inap di rumah sakit. Subjek My yang juga stres mengalami kecemasan dan kebingungan yang sama tetapi tidak berdampak pada fisiologis, hanya perubahan pola makan yang semakin meningkat dikarenakan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya beban yang banyak dan semakin berat membuat subjek My juga sering marah-marah serta berperilaku agresi ketika stres.
Rasa jenuh dan rasa bosan yang berlarut-larut hal ini menimbulkan stres. Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan stres sebagai segala peristiwa atau kejadian baik berupa tuntunan-tuntunan lingkungan maupun tuntunan-tuntunan internal (fisiologis dan psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumberdaya adaptif individu.
Dari hasil wawancara juga menyebutkan kedua subjek yang merasa kesepian, tertekan dan bosan, subjek My yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan rumah tangga yang tidak ada habisnya, dan pekerjaan sebagai karyawan serta harus mencari pesanan menjadikan subjek tertekan, subjek Ad juga merasakan hal yang sama merasa kesepian tanpa seorang anak disisinya sehingga menjadikan beban terhadap subjek. Beban yang banyak dan semakin berat menimbulkan rasa jenuh hal ini juga dapat menimbulkan stres.
Menurut Gunadarma (2007) ibu single parent memiliki peran ganda sebagai seorang istri, ibu rumah tangga, pendididik, menjalankan tugas reproduksi, anggota masyarakat dan bahkan juga sebagai pencari nafkah. Dalam menjalankan peran tersebut adakalanya dihinggapi berbagai masalah yang menyangkut kejiwaan, yang apabila tidak diatasi juga berakibat menimbulkan gangguan kesehatan jiwa. Gangguan yang sering diahadapi adalah berupa stres.
Dari hasil wawancara juga menyebutkan masalah eksternal pada kedua subjek. Sumber stres lingkungan dan sosial juga memicu stres pada kedua subjek. Pandangan masyarakat terhadap perubahan status sebagai single parent, kedua subjek sering dihinggapi berbagai perasaan negatif, dengan status sebagai single parent kedua subjek tidak lepas dari pencitraan negatif gosip-gosip masyarakat. berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada kedua subjek bahwa sama-sama memiliki masalah sosial.
Pada subjek Ad kerap digosipkan oleh masyarakat setempat, subjek pun mengalami tindakan kasar dan korban atas sikap berkuasa suami, hal serupa juga dialami oleh subjek My yang merasa tidak dihargai oleh lingkungan dan masyarakat setempat dikarenakan status subjek juga sebagai janda subjek mendapat masalah sosial berupa gunjingan dari tetangganya hal ini menjadikan subjek My stres.

  1. Pengelolaan stres pada ibu single parent
Mengatasi stres merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan yang bisa mengubah stresor yang dihadapi. Masalah yang berat terhadap keuangan yang dihadapi membuat kedua subjek harus bekerja dan mencari uang. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kedua subjek bekerja untuk membiayai keluarga. Subjek Ad mengatasi keuangan dan membiayai keluarga dengan bekerja sebagai instruktur olahraga juga terkadang membantu teman untuk merias sehingga mendapat uang sebagai upah dari rias. Berbeda dengan subjek My yang bekerja sebagai karyawan disebuah toko, selain itu subjek juga bekerja paruh waktu dan mencari pesanan untuk mengatasi masalah keuangan yang sulit serta membiayai kebutuhan sekolah anak dan kebutuhan keluarga.
Dari hasil wawancara kedua subjek mengatasi masalah dengan meminta nasehat dan saling bercerita kepada orang-orang terdekat, dengan meminta nasehat kedua subjek mengikuti saran yang diberikan hal tersebut dapat mengurangi beban yang dirasakan oleh kedua ibu single parent. Subjek Ad mengatasi masalah dengan meminta dukungan kepada teman-teman untuk mengatasi masalah kangen terhadap anak. Ketika subjek stres, sedih dan tertekan subjek mengatasi hal tersebut dengan jalan-jalan, karaoke, dan setiap masalah dengan berolahraga setiap hari dan mencari kegiatan lain untuk mengurangi stres yang dihadapi, pada subjek My yang selalu meminta nasehat kepada orangtua dan jalan-jalan untuk mengurangi stres yang dihadapi, ketika subjek mengalami masalah dan menyebabkan stres pola makan subjek semakin meningkat.
Masalah terhadap anak membuat tertekan, dari hasil wawancara kedua subjek menyatakan bahwa mengatasi hal tersebut tidak mudah, subjek Ad juga merasakan sedih ketika kangen terhadap anak dan anak sedang sakit namun subjek sangat sulit untuk bertemu dengan anak dikarenakan suami yang bersikap kuasa dan kasar. Subjek My merasakan hal yang sama yaitu masalah anak yang sulit diatur dan sulitnya berkomunikasi yang baik terhadap anak menjadikan subjek My merasa tertekan, subjek sampai saat ini belum menemukan cara yang baik untuk berkomunikasi dengan anak.
Dihinggapi berbagai masalah baik masalah internal dalam diri sendiri maupun masalah eksternal. Dari hasil wawancara kedua subjek mengatasi masalah pada diri sendiri dengan mengubah cara berfikir negatif menjadi positif, subjek Ad mengatasi dengan berfikiran positif dan memperbaiki perilaku agar masyarakat salah dalam menilai subjek. Demikian pula dengan subjek My yang juga dihinggapi gunjingan tetangga namun subjek mengatasi hal tersebut dengan ketemu tetangga untuk mengklarifikasi masalah, serta subjek juga berprilaku baik dalam masyarakat.
Masalah kesepian yang dirasakan terhadap kedua subjek menjadikan hal tersebut memicu stres, kedua subjek mengatasi hal tersebut dengan mengisi kegiatan lain, jalan-jalan, makan bersama teman-teman dan mencari hiburan agar tidak merasa kesepian. Dari hasil wawancara subjek Ad yang selalu mengisi waktu dengan kegiatan olahraga pada pagi dan sore hari serta membatu saudara menjaga toko optik, subjek yang ingin memperbanyak teman agar masalah kesepian yang dihadapi sedikit berkurang. Subjek My yang mengatasi hal tersebut dengan jalan-jalan dan mencari pekerjaan lain dan mencari pesanan agar masalah yang dihadapi sedikit berkurang.
Dari hasil wawancara juga kedua subjek mengungkapkan dapat mengatur waktu dengan baik dapat membagi antara pekerjaan domestic dan public. Subjek Ad yang selalu olahraga dan senam setiap hari sehingga stres yang dialami sedikit berkurang subjek juga melakukan relaksasi untuk mengurangi stres yang dihadapi. Seperti halnya subjek My yang meminta nasehat dan bantuan finansial maupun materi kapada orangtua menjadikan subjek merasa tidak sendiri dan kesepian.
Banyaknya masalah menjadikan kedua subjek stres, dari hasil wawancara kedua subjek mengatasi setiap masalah yang dihadapi berserah diri pada yang maha kuasa dan banyak berdoa, serta mengubah pola berfikir negatif menjadi positif. Kedua subjek juga mengungkapkan bahwa ketika stres tidak pernah menuangkan dalam bentuk tulisan seperti diari, junal maupun gambar.
Dari penelitian sejenis yang dilakukan oleh Hansmardiansyah (2007) “Stres dan coping stres pada Wanita Karier Berstatus janda yang dipensiunkan Secara Dini” menunjukkan hasil penelitian yang diperoleh adanya stres yang dialami pada ibu single parent serta adanya kesesuaian dengan teori bahwa single parent mengalami stres menghadapi kenyataan menjalani hidup tanpa dukungan seorang suami sangatlah berat.
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kesesuaian dengan penelitian sebelumnya Hansmardiansyah (2007) yang menunjukkan faktor-faktor stres pada ibu single parent, seperti faktor lingkungan, faktor sosial, faktor lembaga, perceraian, dan karakteristik yang memperngaruhi stres pada ibu single parent serta berbagai masalah yang dihadapi setelah perceraian seperti masalah ekonomi, masalah psikologis, masalah sosial dan masalah anak.
Menurut Wallace (2007) pengelolaan stres dapat dilakukan dengan Cognitif restructuring, Journal writing, Time management, dan Relaxation tehnique. Diantara beberapa aspek yang telah disebutkan, pengelolaan stres yang dilakukan oleh kedua ibu single parent pada penelitian ini ialah Cognitif restructuring, Time management, dan Relaxation tehnique. Namun kedua subjek tidak melakukan Journal writing untuk pengelolaan stres yang dihadapi.






























Gambar : Pengelolaan Stres Pada ibu Single parent


Kesimpulan
Dari hasil analisis data penelitian yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa stresor utama pada ibu single parent adalah masalah terkait anak, masalahterkait ekonomi seperti biaya hidup yang semakin mahal, masalah psikologis psikologis, masalah terkait sosial dan masalah terkait pada fisik. Pada subjek Ad yang merasa sepi tanpa anak disisnya, dan merasa sedih ketika kangen terlebih sang anak sakit. Masalah dengan mantan suami yang berprilaku kasar dan keras, masalah dengan keuangan, masalah lingkungan yang kerapkali menjadikan subjek stres. Seperti halnya pada subjek My masalah dalam diri sendiri, sepi, bosan, tertekan dengan kondisi rumah yang berantakan, masalah dengan anak yang sulit untuk diatur, masalah dengan keuangan, biaya sekolah yang semakin mahal, serta masalah terkait lingkungan yang kerapkali memicu stres.
Pengelolaan stres merupakan usaha dalam mengurangi stres atau meniadakan dampak negatif yang dialami. Pengelolaan yang dilakukan oleh kedua subjek untuk mengatasi stres ialah dengan melakukan cognitif restructuring, time management, relaxation, niat ikhlas, sabar dan shalat, bersyukur, serta doa dan dzikir.